CYBERCRIME
2.1
Pengertian Cybercrime
Dalam beberapa literatur, cyber crime sering diidentikkan sebagai computer crime. The U.S. Department of
Justice memberikan pengertian Computer Crime sebagai:“… any illegal act
requiring knowledge of Computer technology for its perpetration, investigation,
or prosecution”.
Pengertian lainnya diberikan oleh Organization of European Community
Development, yaitu: “any illegal, unethical or unauthorized
behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data”.
Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer”
(1989) mengartikan cyber
crime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat
diartikan sebagai penggunaan
komputer secara ilegal.
2.2. Modus
Operandi Cyber Crime
Kejahatan yang berhubungan erat
dengan penggunaan teknologi yang berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi
ini dikelompokkan dalam beberapa bentuk sesuai modus operandi yang ada, antara
lain:
1.
Unauthorized Access to Computer
System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan
memasuki / menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah,
tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang
dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud
sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada
juga yang melakukannya hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya
menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. (http://www.fbi.org).
2.
Ilegal Contents
Merupakan kejahatan dengan
memasukkan data atau informasi ke Internet tentang sesuatu hal yang tidak
benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu
ketertiban umum. Sebagai contohnya, pemuatan suatu berita bohong atau fitnah
yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang
berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan
rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan
sebagainya.
3. Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan
memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scripless
document melalui Internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada
dokumen-dokumen e-commerce.
4. Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang
memanfaatkan jaringan Internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap
pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran.
5. Cyber
Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan
membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program
komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan Internet. Biasanya
kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu,
sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat
digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang
dikehendaki oleh pelaku.
6. Offense against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap hak
atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di Internet. Sebagai contoh,
peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal,
penyiaran suatu informasi di Internet yang ternyata merupakan rahasia dagang
orang lain, dan sebagainya.
7. Infringements
of Privacy
Kejahatan ini biasanya ditujukan
terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi
yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka
dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu
kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
2.3. Pencegahan
Dan Penanggulangan Cyber Crime
Cyber crime merupakan
kejahatan yang dilakukan dengan dan memanfaatkan teknologi, sehingga pencegahan
dan penanggulangan dengan sarana penal tidaklah cukup. Untuk itu diperlukan
sarana lain berupa teknologi itu sendiri sebagai sarana non penal. Teknologi
itu sendiripun sebetulnya belum cukup jika tidak ada kerjasama dengan individu
maupun institusi yang mendukungnya karena
para hacker akan terus mencoba untuk menaklukkan sistem keamanan yang
paling canggih, dan merupakan kepuasan tersendiri bagi hacker jika dapat
membobol sistem keamanan komputer orang lain .
Pada persoalan cyberporn atau cyber
sex, persoalan pencegahan dan penanggulangannya tidaklah cukup hanya dengan
melakukan kriminalisasi yang terumus dalam bunyi pasal. Diperlukan upaya lain
agar pencegahannya dapat dilakukan secara efektif.
Sebenarnya Internet Service Provider (ISP) di Indonesia juga telah melakukan
proteksi, akan tetapi jumlah situs yang diblok belum banyak sehingga para
pengakses masih leluasa untuk masuk ke dalam situs tersebut, terutama situs
yang berasal dari luar negeri. Untuk itu ISP perlu bekerjasama dengan instansi
terkait untuk memutakhirkan daftar situs child pornography yang perlu diblok.
Faktor penentu lain dalam pencegahan dan penanggulangan cyber crime dengan sarana non penal adalah persoalan tentang etika.
Dalam berinteraksi dengan orang lain menggunakan internet, diliputi oleh suatu
aturan tertentu yang dinamakan ettiquette atau etika di internet. Meskipun
belum ada ketetapan yang baku mengenai bagaimana etika berinteraksi di
internet, etika dalam berinteraksi di dunia nyata (real life) dapat dipakai
sebagai acuan.
2.4. Penanganan
Cyber Crime Di Indonesia
Meski Indonesia menduduki peringkat
pertama dalam cyber crime
pada tahun 2004, akan tetapi jumlah kasus yang diputus oleh pengadilan tidaklah
banyak. Dalam hal ini angka yang cukup besar dan data yang dihimpun oleh
Polri juga bukan data yang berasal dari investigasi Polri, sebagian besar data
tersebut berupa laporan dari para korban. Ada beberapa sebab mengapa
penanganan kasus cybercrime di Indonesia tidak memuaskan:
1.
Ketersediaan dana atau anggaran untuk pelatihan SDM sangat minim.
2.
Ketiadaan Laboratorium Forensik Komputer di Indonesia.
4. Kesadaran hukum untuk melaporkan kasus ke
kepolisian rendah.
5. Upaya penanganan cybercrime yang
keseriusan
Saat ini di Indonesia belum memiliki
UU khusus / Cyber Law yang mengatur
mengenai Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum
disahkan oleh Pemerintah Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya
yang ada kaitannya dengan cyber crime,
para Penyidik ( khususnya Polri ) melakukan analogi atau perumpamaan dan
persamaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan
dalam
KUHP pada Cyber crime
antara lain:
1. KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana )
a. Pasal 362 KUHP Tentang pencurian (
Kasus carding ).
b. Pasal 378 KUHP
tentang Penipuan ( Penipuan melalui website seolah-olah menjual barang)
c. Pasal 311 KUHP
Pencemaran nama Baik ( melalui media internet dengan mengirim email kepada
Korban maupun teman-teman korban)
d. Pasal 303 KUHP
Perjudian (permainan judi online)
e. Pasal 282 KUHP
Pornografi ( Penyebaran pornografi melalui media internet).
f. Pasal 282 dan 311
KUHP ( tentang kasus Penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di
Internet).
g. Pasal 378 dan 362
(Tentang kasus Carding karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin
membayar, dengan kartu kredit hasil curian)
2. Undang-Undang
No.19 Thn 2002 Tentang Hak Cipta, Khususnya tentang Program Komputer atau
software
3. Undang-Undang
No.36 Thn 1999 tentang Telekomunikasi, ( penyalahgunaan Internet yang menggangu
ketertiban umum atau pribadi).
4. Undang-undang
No.25 Thn 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.15 Tahun 2002 Tentang
Pencucian Uang.
5. Undang-Undang No.15 thn 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
0 komentar:
Posting Komentar